Mark Zuckerberg selaku penemu Facebook yang sekarang berubah menjadi Meta, telah mengembangkan dunia baru bagi para pengguna internet yang kita kenal sebagai Metaverse. Secara sederhana, metaverse merupakan dunia di mana berjalan secara digital dan dikendalikan secara virtual oleh pengguna melalui teknologi mutakhir terkini yang disebut VR atau Virtual Reality.
Sebelum kita benar-benar masuk ke dalam pembahasan, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu mengenai AR sebagai salah satu unsur referensi yang dimiliki oleh teknologi VR. Augmented Reality atau yang dikenal sebagai AR merupakan versi lanjutan dari unsur maya yang terdapat dalam dunia digital yang dicapai dengan menghubungkan elemen visual, suara, sensor stimulus yang dibawa melalui teknologi terkini.
Contoh penerapan AR yang dapat Anda lihat dan nikmati saat ini adalah melalui layanan Google Earth di mana teknologi ini mampu memberikan penggunanya tampilan tiga dimensi mengenai gambaran suatu wilayah yang terletak didunia nyata melalui sebuah peta digital. Dari sini Anda mungkin merasa bahwa ada beberapa koneksi antara AR dengan VR, yuk kita bahas lebih lanjut mengenai keduanya dalam materi di bawah ini.
Lihat Juga : Apa itu Email Hosting dan Kenapa Perusahaan Memerlukannya?
Untuk mengenal mengenai VR mari kita runtut sejarahnya terlebih dahulu, jadi VR ditemukan kisaran tahun 50an yang mana nantinya mengarah pada helmet VR pertama yang bernama Head Mounted Display (HDM) dan dikembangkan oleh Ivan Sutherland bersama rekannya Bob Sproull. Jeda sepuluh tahun sejak kembangan dari Ivan, VR diterapkan sebagai salah satu alat dalam pelatihan militer Amerika dan juga kegiatan astronomis yang dibangun oleh NASA. Barulah perkembangan VR secara masal dimulai pada tahun 1990an yang mana dikontribusikan untuk arkade.
Selang satu dekade, VR mulai dikembangkan pada level yang lebih tinggi dengan percobaan menggunakan sambungan konektor PC ke Oculus Rift antara tahun 2010 sampai 2014 dan 2017. Berkat hal itu, penjualan market nya terus berkembang pada pc tethered headset dan mobile tethered headset, contohnya seperti Samsung Gear VR dan Google Cardboard. Ada juga Untethered headset seperti Oculus Go yang hadir di tahun 2018 sehingga membuat VR sebagai platform independen.
Apalagi semenjak SONY PlayStation mengembangkan game rilisan mereka ke inovasi yang lebih tinggi dengan memanfaatkan VR sebagai platformnya. SONY mampu mengembangkan VR menjadi media gaming yang imersif dengan PlayStation VR Move Motion dengan memberikan pemain sensasi motorik yang lebih optimal dalam menikmati game yang mereka mainkan.
Lihat Juga : Apa itu Shadowban Twitter?
Kunci dari cara kerja VR berada pada hardware yang dipakai dalam memanipulasi otak manusia, jadi VR memiliki fungsi dalam memvisualisasikan sebuah gambar dengan tampilan 360 derajat pada mata manusia, kemudian untuk membuatnya semakin nyata VR juga dilengkapi dengan 4D sound untuk membuat suara yang masuk ke telinga terasa lebih nyata. Misalnya saja ketika Anda menghampiri objek yang bergerak, maka suaranya akan terdengar berbeda ketika mendekatinya dan menjauhinya.
Agar penggunanya dapat mendalami VR dengan lebih nyata, diciptakanlah sebuah alat yang dapat memanipulasi pancaindra melalui sentuhan dan sensasi sentuhan lewat produk bernama Teslasuit yang memiliki bentuk seperti pakaian selam. Dengan menggunakan media ini, Anda dapat lebih merasakan saraf Anda dimanipulasi melalui teknologi biometric sensorics yang canggih dalam mengatur suhu, sentuhan, tekanan dan lainnya yang masih terus dalam pengembangan.
Lihat Juga : Apa Itu Plug and Play?
VR dan AR sekilas memiliki arti serupa namun berbeda, AR atau Augmented Reality sendiri merupakan sebuah media yang menampilkan gambaran virtual ke dunia nyata melalui perantara gadget seperti smartphone. Sedangkan VR atau Virtual Reality adalah kebalikannya, di mana penggunanya sendiri memasuki dunia virtual dengan perantara kacamata oculus untuk mendapatkan sensasi nyata dari dunia virtual dengan lebih menyeluruh.
Tujuan dibuatnya VR dan AR sendiri pun juga berbeda, yang mana AR diciptakan untuk lebih condong dalam menampilkan sebuah objek 3D secara informatif kepada manusia di dunia nyata. Sedangkan VR tujuannya adalah untuk memberikan layanan yang lebih dari sekedar tampilan objek kepada pengguna melalui perantara hardware khusus seperti kacamata oculus atau PlayStation VR.
VR juga memiliki lebih banyak keunggulan untuk dikembangkan daripada AR yang memiliki beberapa batasan yang tidak dapat disamakan dengan layanan Virtual Reality. Contohnya seperti manipulasi sensorik dan suara, konten hiburan layaknya game, video, pelatihan praktik dan pembelajaran. Serta masih banyak yang lainnya.
Lihat Juga : Apa itu Booting?
Virtual Reality mungkin terlihat seperti media tunggal yang hanya menyediakan tampilan visual berdasarkan konten yang kita mainkan melalui media sistemnya. Nyatanya tipe VR terbagi menjadi tiga bagian yaitu non-immersive, semi-immersive, full-immersive atau gabungan antara ketiganya yang dapat kita sebut dengan extended-reality. Berikut ini penjelasan dari masing-masing jenisnya.
Kategori Non-Immersive ini tergolong pada Virtual Reality yang dikenal orang secara umum. Pasalnya versi ini hanya menyediakan tampilan virtual melalui kaca mata VR tanpa memanipulasi indra perasa lain di tubuh manusia. Sehingga pengguna masih belum benar-benar merasakan keseluruhan layanan VR dengan penuh
Semi-Immersive menjadi jenis VR yang condong berfokus pada bidang pelatihan simulasi yang menyediakan penggunanya sebuah tempat di mana mereka layaknya merasa mengikuti pelatihan secara langsung. Misalnya saja seperti pelatihan pilot angkatan udara di Amerika yang menerapkan sistem simulasi VR sekaligus ruangan ulak-alik yang mana merangsang pengguna untuk turut merasakan getaran, suara, guncangan layaknya mengendarai pesawat jet secara langsung.
Jenis Full-Immersive sebenarnya masih belum benar-benar ada dan masih pada tahap pengembangan. Dan sistem ini difokuskan ke dunia entertainment seperti game, contoh mudahnya dari jenis ini dapat Anda lihat dalam tayangan film berjudul Ready Player One dan Sword Art Online yang mana dijelaskan bahwa penggunanya turut merasakan lingkungan virtual secara langsung di tubuh mereka dengan menggunakan alat Full Dive.
Lihat Juga : Apa itu Overclock?
Sebagian orang atau mungkin Anda sendiri pastilah sudah tahu mengenai hasil dari teknologi VR dan bagaimana hal tersebut dapa memukau semua orang dengan sajian visual yang ditampilkan. Dari runtutan sejarah yang telah dijelaskan kita bisa membuat sebuah opini bahwa teknologi VR bukan hanya berkembang dalam satu bidang seperti game saja di masa depan nanti. Namun juga dapat merambah ke bidang serta layanan lain seperti
Sebenarnya VR telah menjadi sebuah gebrakan dalam dunia pendidikan, dengan banyaknya startup serta perusahaan besar yang menawarkan paket layanan belajar ke banyak siswa sekolah. Contohnya saja seperti keikutsertaan platform digital Facebook, HTC, dan European Commission dalam menerapkan pembelajaran secara remote. Dengan metode pembelajaran semacam ini seseorang akan lebih mudah dalam mempelajari materi yang mereka inginkan karena secara tidak langsung turut terlibat dan melihat langsung mengenai studi kasus materi yang diajarkan.
Selain itu taktik semacam ini sejalan dengan perkembangan tren serta teknologi yang ada saat ini. Adapun sebuah metode pelatihan menggunakan Teslasuit, yang mana menawarkan sebuah bodysuit yang terlihat seperti pakaian selam dengan fitur biometric sensor agar penggunanya dapat turut merasakan apa yang mereka sentuh dalam pandangan mereka di kacamata Virtual Reality. Selain itu NASA melatih para astronaut mereka untuk turut menggunakan bodysuit biometric sensorics semacam ini untuk menstimulasi daya tubuh mereka serta memonitoring kondisi astronaut ketika menghadapi suatu peristiwa ketika di luar angkasa melalui VR.
Misalnya saja apabila mereka sedang dihadapkan pada situasi ketika tabung oksigen mereka dalam keadaan bocor ketika instalasi satelit, maka dapat dilihat bagaimana kondisi serta respon psikis mereka dalam menghadapinya melalui denyut nadi serta tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan bila hal tersebut benar-benar terjadi.
Karena peristiwa pandemi yang terjadi pada 2020 lalu banyak hal telah mengubah kita dan sulit untuk dikembalikan ke sediakala. Misalnya saja seperti pola pikir masyarakat dalam beraktivitas seperti bekerja, berbelanja dan belajar. Tentunya hal semacam ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja yang belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya, mereka dipaksa begitu saja beradaptasi dengan lingkungan serta cara baru yang ambigu dan berbeda dari apa yang biasa mereka lakukan ketika di kantor.
Kemudian solusi dari sebuah Virtual Reality tiba-tiba saja diusulkan untuk mengatasi masalah ini dan hasilnya adalah terbentuknya ekosistem kerja yang baru. Di mana setiap orang dapat secara tidak langsung berhadapan dengan rekan mereka dalam lingkungan yang lebih nyaman. Hal ini dapat Anda lihat hasilnya di dunia nyata seperti yang telah diterapkan oleh Ericsson dalam menyediakan sebuah Oculus VR kepada pegawainya yang bekerja dari rumah selama musim pandemi untuk melakukan meeting.
Dalam rapat tersebut Ericsson membahas mengenai pengembangan proyek yang bernama “Internet of Senses” proyek tersebut mengulas tentang membawa dunia digital pada level baru di mana penggunanya dapat merasakan sensasi bau, rasa dan sentuhan agar internet memiliki level yang sama seperti dunia nyata.
Sekarang ini sudah terdapat banyak sekali platform sosial berbasis Virtual Reality yang menyediakan tempat kepada teman, keluarga, kolega atau siapa pun untuk saling berkomunikasi, bermain, berdiskusi dan sebagainya untuk saling terhubung tanpa harus bertemu secara fisik. Memang untuk sekarang layanan semacam ini hanya dapat dinikmati oleh audiens dengan kebutuhan finansial yang tinggi, karena suatu saat hal ini akan menjadi mainstream dalam kurun waktu satu dekade.
Alasannya karena Facebook yang sekarang bernama Meta, mengakuisisi manufaktur oculus pada platform Horizon nya. Saat artikel ini ditulis produk tersebut masih berada pada tahap beta, meski begitu pengguna yang memakainya dapat menggunakan layanan tersebut secara kolaboratif dengan orang lain.
Dan tentu saja seperti yang dapat Anda tebak, yaitu dunia hiburan. Pada dasarnya Virtual Reality dibuat untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensinya dalam belajar. Akan tetapi bukan berarti manusia tidak dapat menggunakan VR sebagai media hiburan bukan? Ide dalam mengembangkan VR sebagai dunia entertainment berkembang ditahun 90an berkat adanya film Matrix yang semakin mendongkrak ide tersebut.
Sekarang ide tersebut dapat direalisasikan berkat adanya layanan seperti Sandbox VR yang mana merupakan sebuah service center VR dengan memberikan pengguna sebuah pengalaman merasakan dunia virtual melalui sensasi berbeda.
Lihat Juga : Apa itu Root Android?
Sebagai penutup pembahasan kita kali ini, mari kita bahas sedikit mengenai hardware yang digunakan untuk Virtual Reality. Yaitu VR-Headset, alat ini berbentuk seperti sebuah kacamata tidur yang timbul dengan dilengkapi audio khusus yang memberikan immersive khusus pada penggunanya agar dapat merangsang manipulasi otak agar menganggap apa yang dilihat oleh indra penglihatan merupakan hal yang nyata. Hal tersebut turut didorong oleh indra pendengaran yang merangsang otak sehingga terjadi perpaduan yang disebut sebagai semi realistis.
Virtual reality memanfaatkan kemampuan manipulasi penglihatan dan pendengaran manusia untuk menipu otak bahwasanya apa yang penggunanya rasakan merupakan hal nyata. Hal tersebut terjadi juga karena dukungan visual serta imersif yang dihadirkan VR melalui perangkat yang digunakan pula seperti sandbox dan sejenisnya.
Fungsi utama Virtual Reality nyatanya dipakai untuk bidang kesehatan, lebih tepatnya dipakai dalam menyembuhkan post traumatic stress. Peran VR di sini sebagai media terapi dengan menampilkan beberapa visual yang kiranya membuat penggunanya mampu menghadapi fobia atau trauma yang mereka alami secara bertahap.
Dalam ringkasan berita yang dikutip dari BBC News, bahwa Virtual Reality tidak dapat menyebabkan pengikisan kerusakan mata secara permanen untuk anak-anak maupun orang dewasa.
Virtual Reality bukan tergolong pada kebutuhan primer, sehingga apabila Anda membelinya hanya untuk alasan “Pengalaman” akan lebih baik bila menggunakan jasa Sandbox atau platform yang menyediakan jasa sewa VR lainnya dengan harga yang lebih terjangkau.
Penulis : Agung Wijaya | Editor : Wahyu Setia Bintara, Rudi Dian Arifin
Discussion | 1 Comments
*Komentar Anda akan muncul setelah disetujui
Terima kasih atas informasinya. Perlahan, Indonesia mulai membuka mata terhadap teknologi yang canggih semacam Virtual Reality, Augmented Reality, bahkan Metaverse. Augmented Reality Indonesia dan Virtual Reality Indonesia pun sekarang semakin banyak dan berkembang pesat.