Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan adat di dunia oleh UNESCO. Anda sebagai orang Indonesia dapat melihat pengaruh – pengaruh dari keberagaman budaya dari adat lain di keseharian kita. Misalnya saja seperti nasi padang khas Minang, yang mana menjamur sampai ke sudut – sudut wilayah Indonesia. Dan biasanya pembawaan logo atau gaya bangunan restoran khas Minang ini, membawa gaya arsitektur atap rumah adat mereka yaitu “Rumah Gadang”.
Selain rumah gadang, “Rumah Tongkonan” yang berasal dari arsitektur bangunan tradisional asal Tanah Toraja, juga dijadikan logo ikonik sebagai simbol produk wisata di wilayah asal mereka. Kedua bukti tersebut menyiratkan bahwa arsitektur bangunan juga bisa dijadikan sebagai simbol identitas kebudayaan tertentu, dalam kasus ini adalah rumah adat tradisional. Masih ada banyak khas rumah adat dari berbagai provinsi di Indonesia yang mana akan kita bahas di bawah ini.
Ringkasan
Lihat Juga : Macam Keragaman Budaya di Indonesia
Pada pembahasan ini, kita akan mulai mempelajari rumah adat di nusantara mulai dari urutan ujung barat Indonesia secara urut. Dan perlu Anda pahami bahwa mungkin beberapa rumah adat di bawah, juga memiliki kemiripan nama atau gaya arsitektur yang sama meskipun ada di provinsi berbeda.
Rumah Krong Bade, atau rumah adat dari Provinsi Aceh, adalah salah satu budaya Indonesia yang hampir punah. Rumah ini memiliki tangga depan untuk akses masuk. Saat ini, rumah tersebut jarang digunakan karena sebagian besar masyarakat Aceh lebih memilih tinggal di rumah modern karena pembangunannya lebih murah dan perawatannya lebih ekonomis.
Ciri Khas : Rumah Krong Bade memiliki beberapa ciri khas. Meskipun bentuknya tidak selalu sama, ada beberapa hal yang menjadi ciri khasnya. Rumah Krong Bade dibuat dari bahan dasar kayu dan sering dihiasi dengan ukiran pada dindingnya, ukiran-ukiran ini berbeda-beda satu sama lain. Secara umum, rumah ini berbentuk persegi panjang dan memanjang dari timur ke barat dan atapnya terbuat dari daun rumbia.
Rumah Bolon adalah rumah adat asal Sumatera Utara yang berbentuk panggung, persegi empat dengan tinggi sekitar 1,75 meter dari permukaan tanah. Tinggi rumah ini menyebabkan penghuni atau tamu harus menggunakan tangga di tengah-tengah rumah dan menunduk saat berjalan ke tangga utama.
Ciri Khas : Rumah Bolon terdiri dari lantai dari papan dan atap dari ijuk atau daun rumbia. Di dalamnya, terdapat tiga bagian:
Rumah Gadang adalah rumah adat Minangkabau yang banyak ditemui di Sumatra Barat. Rumah ini juga dikenal dengan nama lain seperti, Rumah Bagonjong atau Rumah Baanjuang. Rumah Gadang hanya boleh didirikan di kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari di Minangkabau.
Ciri Khas : Rumah adat ini memiliki bentuk arsitektur yang unik dengan atap runcing menyerupai tanduk kerbau. Pola arsitekturnya berbentuk empat persegi panjang, terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian depan yang penuh dengan ukiran ornamen berbagai motif, dan bagian belakang yang dilapisi belahan bambu. Bangunan rumah ini menggunakan tiang-tiang panjang dan didesain agar kuat dan stabil.
Rumah adat Selaso Jatuh Kembar, khas Riau, merupakan tempat berkegiatan dan pertemuan masyarakat. Yang mana jatuhnya malah bukan sebagai tempat tinggal pribadi seperti rumah. Fungsi utama bangunan ini dulunya, sering digunakan untuk acara adat lokal, seperti musyawarah, penobatan kepala adat, dan upacara adat, tetapi sekarang telah digantikan oleh masjid atau tempat lainnya.
Ciri Khas : Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar memiliki bentuk khusus dengan keliling yang selaras antara penyangga dan lantai yang lebih rendah. Rumah ini juga dihiasi berbagai macam ukiran tumbuhan dan hewan, setiap ukiran memiliki makna dan nama yang berbeda. Di antara ukiran-ukiran tersebut terdapat lebah bergantung atau gelombangan yang menyerupai ombak, serta ukiran melambai-lambai di atas pintu dan daun jendela. Selain itu, ada pula ukiran semut beriring di kisi-kisi pintu dan jendela yang memiliki makna mendalam.
Rumah Potong Limas adalah salah satu dari tiga jenis bangunan tempat tinggal suku Melayu, selain Rumah Potong Kantor Kawat dan Rumah Potong Godang. Rumah ini tersebar di Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat. Istilah “Potong Limas” berasal dari bentuk atap rumah yang berbentuk limas dengan dua puncak atap. Rumah Potong Limas biasanya dihuni oleh perangkat kesultanan.
Ciri Khas : Rumah potong limas adalah rumah panggung berbentuk memanjang ke belakang. Biasanya lebih besar dan megah daripada rumah potong kawat atau rumah potong godang. Teknik pembangunannya khusus dan jumlahnya sangat sedikit karena biaya pembangunannya yang mahal. Karena biasanya dibangun oleh orang-orang dengan status sosial atau kekayaan tertentu seperti anggota kesultanan.
Lihat Juga : Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia
Rumah Bubungan Lima adalah rumah adat khas provinsi Bengkulu yang memiliki model mirip rumah panggung dengan beberapa tiang penopang. Biasanya digunakan untuk acara adat masyarakat Bengkulu. Terbagi atas tiga bagian: bagian atas, tengah, dan bawah, serta dibangun dengan kayu yang kuat seperti Kayu Medang Kemuning. Tinggi rumah ini bertujuan melindungi pemiliknya dari binatang liar dan bencana alam, seperti banjir. Untuk masuk ke rumah adat ini, orang harus menggunakan tangga dengan jumlah anak tangga ganjil sesuai kepercayaan masyarakat Bengkulu.
Ciri Khas : Rumah bubungan memiliki berbagai ruang dan struktur yang didesain dengan fungsi tertentu sebagai ciri khasnya sebagai berikut.
Rumah Panggung Kajang Lako adalah rumah adat tradisional dari daerah Jambi. Rumah ini mempertahankan gaya tradisional dari generasi nenek moyang masyarakat Jambi baik pada bagian interior maupun eksteriornya. Selain sebagai tempat tinggal, rumah ini juga dibangun dengan memperhatikan fungsi sosial dan budaya masyarakat Jambi.
Ciri Khas : Rumah ini terbagi menjadi 8 ruangan dengan fungsi masing-masing: jogan sebagai tempat beristirahat anggota keluarga dan menyimpan air, serambi depan untuk menerima tamu lelaki, serambi dalam sebagai tempat tidur anak lelaki, amben melintang sebagai kamar pengantin, serambi belakang sebagai kamar tidur anak perempuan yang belum menikah, ruang tamu untuk menerima tamu perempuan, garang sebagai tempat penyimpanan air, dan dapur untuk memasak.
Nuwo Sesat, rumah tradisional asal Provinsi Lampung ini berfungsi sebagai tempat pertemuan adat untuk pepung adat (Musyawarah) bagi purwatin (Penyimbang). Juga dikenal sebagai Balai Agung, bagian-bagian rumah ini meliputi Anjungan (serambi untuk pertemuan kecil), Pusiban (ruang musyawarah resmi), Tetabuhan (ruangan untuk alat musik tradisional), ruang gajah merem (tempat istirahat penyimbang), dan ijan geladak (tangga masuk dengan atap). Atap rumah adat ini disebut rurung agung.
Ciri Khas : Rumah adat Nowou Sesat adalah rumah panggung bertiang dengan mayoritas material dari papan kayu. Bagian dalam dan dinding rumah juga terbuat dari susunan papan kayu. Dulu, atapnya terbuat dari anyaman ilalang, tetapi sekarang telah diganti dengan genting.
Rumah Limas adalah prototipe rumah tradisional Sumatra Selatan dengan atap berbentuk limas. Rumah ini memiliki lantai bertingkat-tingkat yang disebut Bengkilas, digunakan untuk kepentingan keluarga seperti hajatan.
Ciri Khas : Rumah limas umumnya memiliki luas 400 hingga 1000 meter persegi atau lebih, dibangun di atas tiang-tiang kuat dari kayu unglen atau ulin yang tahan air. Dinding, pintu, dan lantainya terbuat dari kayu tembesu, dengan rangka menggunakan kayu seru. Setiap rumah dihiasi ukiran, terutama pada dinding dan pintu, dan memiliki banyak jendela berukuran besar.
Rumah adat Rakit, salah satu rumah adat Bangka Belitung, kini merupakan hunian masyarakat keturunan Tionghoa di pinggiran sungai Musi. Rumah adat ini berasal dari Sumatera Selatan dan diyakini sebagai rumah adat tertua di sana. Pada zaman kerajaan Sriwijaya, orang asing seperti Inggris, Spanyol, Cina, dan Belanda diwajibkan tinggal di rumah adat Rakit saat berkunjung.
Ciri Khas : Rumah adat Rakit merupakan bangunan dengan struktur dan rupa menyerupai rakit lengkap, dibangun dari bambu Manyan yang memiliki ukuran besar dan daya tahan yang cocok sebagai pelampung. Dinding kayu rumah adat ini biasanya terbuat dari papan kayu atau cacahan bambu yang direntangkan membentuk luasan pepuluh.
Lihat Juga : Apa itu Keanekaragaman Hayati
Rumah Adat Badui adalah rumah adat dari suku Badui di wilayah Kabupaten Lebak, Banten, yang sering disebut Julang Ngapak. Bentuknya mirip rumah panggung dan terbuat dari bambu. Rumah adat ini mencerminkan kesederhanaan masyarakatnya dan memiliki fungsi perlindungan dan kenyamanan.
Ciri Khas : Rumah adat Badui umumnya memiliki struktur tinggi menyerupai rumah panggung karena tanah tempat tinggal suku Badui yang tidak rata. Atapnya terbuat dari daun yang disebut sulah nyanda, yang bermakna bersandar dalam posisi agak merebah ke belakang. Bagian bilik dan pintunya terbuat dari anyaman bambu, dikenal sebagai sarigsig.
Rumah Kebaya adalah rumah adat suku Betawi yang dinamakan demikian karena bentuk atapnya menyerupai lipatan kebaya ketika dilihat dari samping. Fakta menarik lainnya, rumah ini terbagi menjadi dua fungsi bagian berbeda. Bagian depan bersifat semi publik, yang mana fungsi bagian depan rumah bisa digunakan tempat untuk menyambut atau menjamu tamu. Dan bagian belakang bersifat pribadi dan hanya dapat dilihat oleh orang-orang dekat atau pemilik rumah itu sendiri.
Ciri Khas : Rumah ini memiliki teras luas untuk menyambut tamu dan dapat digunakan sebagai ruang bersantai keluarga. Selain itu, dinding rumah terbuat dari panel-panel yang dapat dibuka dan digeser ke tepi untuk memberikan kesan ruang yang lebih luas.
Rumah Adat Saung Ranggon terletak di Provinsi Jawa Barat. Rumah ini memiliki nilai sejarah sebagai tempat persembunyian anak Pangeran Jayakarta dari kejaran pasukan Belanda pada abad ke-16 Masehi. Selain itu, rumah adat ini digunakan sebagai tempat penyimpanan benda pusaka dan dinamai “Saung Ranggon” oleh Raden Abbas pada tahun 1821, yang berarti rumah lumbung padi atau penyimpanan hasil usaha tani dari tumbuhan palawija dalam bahasa Sunda.
Ciri Khas : Rumah Adat Saung Ranggon, ciri khas suku Betawi, memiliki gaya arsitektur dengan lahan keseluruhan 500 meter persegi. Bangunannya berukuran 7,6 x 7,2 meter dan termasuk rumah panggung dengan ketinggian lantai 2,5 meter di atas tanah. Akses ke bagian dalam rumah menggunakan tangga dengan 7 anak tangga.
Rumah adat Jawa (Joglo) merupakan rumah tradisional yang dikenal dalam kebudayaan Jawa. Jenisnya dibagi berdasarkan wilayah dan rancangan arsitekturnya. Atapnya biasanya berdinding kayu atau gedeg, tetapi di bagian penopang bawah berupa dinding dan berlantai batu bata.
Ciri Khas : Pendapa/Pendopo adalah bagian depan rumah yang biasanya digunakan untuk aktivitas formal seperti pertemuan, pertunjukan seni, dan upacara adat. Emperan, sebagai penghubung antara pringitan dan umah njero, juga berfungsi sebagai teras depan dengan lebar sekitar 2 meter. Emperan ini digunakan untuk menerima tamu, bersantai, dan kegiatan publik lainnya. Di sini biasanya terdapat sepasang kursi kayu dan meja. Omah dalem adalah bagian dalam rumah yang juga disebut omah mburi, dalem ageng, atau omah saja. Kata “omah” dalam masyarakat Jawa merujuk pada arti kedomestikan sebagai tempat tinggal.
DI Yogyakarta juga memiliki versi Joglo sebagai rumah adat, dan memiliki bentuk atap paling dikenal dari arsitektur Jawa klasik. Rumah dengan model atap seperti ini umumnya digunakan oleh keluarga bangsawan.
Ciri Khas : AdaPendapa/Pendopo pada bagian depan rumah yang umumnya digunakan untuk aktivitas resmi seperti rapat, pagelaran seni, dan upacara adat. Dan juga Emperan yang digunakan untuk menyambut tamu, bersantai, dan kegiatan publik lainnya.
Lihat Juga : Daftar Suku Bangsa di Indonesia
Rumah Limasan merupakan hunian tradisional masyarakat Jawa yang terdiri dari 8 tiang utama. Rumah ini memiliki atap yang berbeda dari rumah kampung, namun diperuntukkan bagi keluarga berstatus lebih tinggi. Rancangan rumah ini diadaptasi pada keempat sisi atap utama sehingga tampak menyerupai atap perisai.
Ciri Khas : Rumah adat limasan memiliki bentuk bangunan limas, dengan empat atap (dua atap kejen dan dua atap bronjong) yang memiliki bentuk segitiga sama kaki dan jajar genjang sama kaki. Setelah mengalami pengembangan, terdapat emper-emper di sisinya. Limasan memiliki beberapa jenis dengan desain yang berbeda tergantung daerah atau wilayah masyarakat yang membangunnya.
Rumah Panjang adalah rumah adat dari daerah Kalimantan Barat, khususnya bagi masyarakat Dayak. Rumah ini mencerminkan gambaran sosial kehidupan mereka dan menjadi pusat kehidupan masyarakat Dayak. Sayangnya, jumlahnya kini hampir punah karena beberapa di antaranya dihancurkan pada tahun 1960 atas dugaan kaitannya dengan paham komunis. geografis. Rumah Panjang di Kalimantan Barat serupa dengan Rumah Betang yang ada di Kalimantan Tengah karena kedua wilayah tersebut berdekatan
Ciri Khas : Dahulu kala, rumah Panjang dari Kalimantan Barat terbuat dari kayu. Rumah panjang ini tingginya 5-8 meter, tergantung pada tinggi tiang penopangnya, dengan panjang sekitar 180 meter dan lebar 6 meter. Terdiri dari sekitar 50 ruangan yang dihuni oleh banyak keluarga, termasuk keluarga inti. Untuk masuk ke dalamnya, keluarga menggunakan tangka atau anak tangga. Rumah panjang memiliki tiga bagian: teras (pante), ruang tamu (samik) dengan meja pene sebagai tempat menerima tamu, dan ruang keluarga. Bagian belakang rumah digunakan sebagai dapur untuk keluarga, yang biasanya memiliki dapur masing-masing.
Rumah Lamin adalah rumah adat dari Kalimantan Timur, dan telah menjadi identitas masyarakat Dayak di wilayah tersebut. Rumah ini memiliki ukuran sekitar 300 meter panjang, 15 meter lebar, dan tinggi sekitar 3 meter. Rumah Lamin juga dikenal sebagai rumah panggung panjang yang menyambung. Ukurannya yang besar memungkinkan beberapa keluarga tinggal di dalamnya, bahkan ada yang dihuni oleh 12 hingga 30 keluarga. Rumah ini dapat menampung sekitar 100 orang. Pada tahun 1967, rumah Lamin diresmikan oleh pemerintah Indonesia.
Ciri Khas : Rumah Lamin memiliki ciri khas yang mudah dikenali. Pada badannya terdapat ukiran atau gambar dengan makna khusus bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Timur. Rumah Lamin juga dihiasi dengan warna kuning dan hitam, serta setiap warna memiliki makna berbeda; kuning sebagai kewibawaan, merah sebagai keberanian, biru sebagai kesetiaan, dan putih sebagai kebersihan jiwa. Dibuat dari kayu Ulin, yang terkenal karena kekerasannya ketika terkena air. Pada halaman rumah biasanya dihiasi dengan patung atau totem dewa penjaga rumah dari bahaya.
Rumah Bubungan Tinggi atau Rumah Cacak Burung adalah jenis rumah Baanjung, rumah tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan. Rumah ini merupakan ikon Rumah Banjar dan menjadi maskot rumah adat provinsi Kalimantan Selatan. Pada masa lalu, bangunan rumah Bubungan Tinggi berfungsi sebagai pusat keraton Banjar, menjadi istana kediaman raja yang disebut Dalam Sirap. Pada tahun 1780, di depan rumah ini dibangun Balai Seba pada masa pemerintahan Panembahan Batuah.
Ciri Khas : Rumah Bubungan Tinggi merupakan citra dasar pohon hayat kosmis dengan atap yang menjulang ke atas. Ciri lainnya termasuk atap Sindang Langit tanpa plafon, tangga naik selalu ganjil, dan pamedangan dengan lapangan keliling serta kandang rasi berukir.
Rumah betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang dihuni oleh masyarakat Dayak, terutama di daerah hulu sungai sebagai pusat permukiman suku Dayak. Di berbagai penjuru Kalimantan, rumah betang juga dikenal dengan sebutan lain, seperti rumah panjang, rumah radakng, rumah Panjai di Kalimantan Barat, Lewu di Kalimantan Tengah, Lou atau Lamin di Kalimantan Timur, Lamin atau Baloi di Kalimantan Utara, dan Balai di Kalimantan Selatan.
Ciri Khas : Rumah Betang memiliki ciri-ciri bentuk panggung dan memanjang dengan panjang mencapai 30-150 meter dan lebar sekitar 10-30 meter, serta tiang berukuran sekitar 3-5 meter. Biasanya dihuni oleh 100-150 jiwa dan menjadi rumah suku dengan satu keluarga besar yang dipimpin oleh seorang Pambakas Lewu. Di dalamnya, terdapat beberapa ruangan yang ditempati oleh setiap keluarga.
Lihat Juga : 30 Lagu Nasional Indonesia
Rumah adat terkenal di Kalimantan Utara disebut Rumah Baloy, merupakan hasil kebudayaan seni arsitektur suku Tidung. Meskipun menggunakan tiang tinggi pada bagian bawahnya, bentuk bangunan rumah adat ini terlihat lebih modern dan modis. Diduga, rumah adat ini merupakan hasil pengembangan arsitektur Dayak dari Rumah Panjang yang dihuni oleh suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur.
Ciri Khas : Rumah adat ini berbahan dasar kayu ulin, menghadap ke utara dengan pintu utama menghadap ke selatan. Di dalamnya terdapat empat ruang utama yang disebut Ambir. Bagian belakangnya memiliki bangunan bernama Lubung Kilong, tempat untuk pertunjukan kesenian suku Tidung seperti Tarian Jepin. Di belakang Lubung Kilong, terdapat bangunan besar bernama Lubung Intamu, yang digunakan untuk pertemuan masyarakat adat dalam acara pentabalan pemangku adat atau musyawarah masyarakat adat se-Kalimantan.
Dulohupa adalah rumah adat atau rumah tradisional Indonesia di Gorontalo. Provinsi Gorontalo. Penduduk Gorontalo menyebutnya Yiladia Dulohupa Lo Ulipu Hulondhalo. Dulohupa memiliki bentuk rumah panggung dengan badan terbuat dari papan dan atapnya bernuansa daerah Gorontalo. Hiasan rumah ini berupa pilar-pilar kayu dan memiliki dua tangga adat “Tolitihu” di kanan dan kiri rumah. Saat ini, Dulohupa dilengkapi dengan taman bunga, bangunan tempat penjualan cendera mata, dan Talanggeda, tempat menyimpan kereta kerajaan.
Ciri Khas : Rumah adat Dulohupa adalah sebuah model rumah panggung yang menggambarkan badan manusia. Pemilihan model rumah panggung ini juga bertujuan untuk menghindari banjir yang sering terjadi selama pembangunan rumah adat ini. Selain merepresentasikan badan manusia, rumah adat Dulohupa juga mencerminkan kebudayaan masyarakat Gorontalo.
Rumah Boyang adalah rumah adat unik dari Provinsi Sulawesi Barat, terbuat dari kayu dengan gaya arsitektur rumah panggung yang didukung oleh tiang-tiang penyangga. Rumah ini merupakan tempat tinggal tradisional Suku Mandar, suku asli Sulawesi Barat. Terdapat dua jenis Rumah Boyang, yaitu “Boyang Adaq” untuk bangsawan dan “Boyang Beasa” untuk rakyat biasa. Rumah Boyang bangsawan memiliki ornamen khusus, seperti tumbaq layar, yang jumlah susunannya mencerminkan tingkat kebangsawanan penghuninya.
Ciri Khas : Rumah boyang memiliki struktur rumah panggung dengan material kayu dan tiang besar berukuran dua meter untuk menopang lantai dan atap rumah. Tiang-tiang ini hanya ditumpangkan di sebuah batu datar agar kayu tidak melapuk. Rumah ini memiliki dua tangga di depan dan belakang dengan jumlah ganjil antara 7-13 tangga. Dan dilengkapi pegangan di sisi kanan dan kiri. Dinding dan lantai rumah menggunakan material papan dengan motif ukiran khas suku Mandar. Terdapat jendela pada dinding untuk sirkulasi udara. Atap rumah berbentuk prisma dan memanjang dari depan sampai belakang, biasanya terbuat dari seng, namun ada juga yang menggunakan rumbia dan sirap.
Souraja, juga dikenal sebagai Banua Oge, adalah rumah adat Indonesia dari Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Dibangun pada abad ke-19 Masehi atas prakarsa Raja Yodjokodi, rumah ini berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga raja dan pusat pemerintahan kerajaan. Sebagai Istana Raja Palu, bangunan ini merupakan sisa peninggalan Kerajaan Palu yang kepemilikannya selalu berganti secara turun-temurun
Ciri Khas : RumahSourajaterdiri dari tiang dan dinding kayu dengan atap ilalang. Terdiri dari dua bagian: lobo/duhunga untuk festival atau upacara, dan tambi sebagai tempat tinggal. Selain rumah, ada juga lumbung padi yang disebut Gampiri.
Rumah Walewangko adalah rumah adat daerah Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Sebelumnya, masyarakat Minahasa mulai mengenal rumah adat pada masa pemerintahan Raja pertama Manado, Muntu Untu. Kala itu masyarakat menggunakan perkakas pertukangan saat mengambil kayu sebagai bahan rumah adat dengan bentuk fisik yang dua tiang penyangganya tidak disambung.
Ciri Khas : Rumah tersebut berupa rumah panggung dengan 26 tiang penyangga, lantai dasar menggunakan bahan kayu, dan lantai 1 menggunakan kombinasi bahan kayu dan beton. Tujuan pembuatan rumah panggung pada zaman dahulu adalah untuk menghindari serangan musuh dan binatang buas.
Lihat Juga : Apa itu Alat Musik Angklung
Banua Tada adalah rumah adat dari Provinsi Sulawesi Tenggara, tempat tinggal Suku Wolio di pulau Buton. Nama “Banua Tada” berasal dari bahasa setempat yang berarti “Rumah Siku” karena struktur rangka bangunannya terdiri dari siku-siku. Rumah ini unik karena desain, struktur, dan fungsinya mengandung nilai filosofis. Selain itu, rumah Banua Tada berbentuk rumah panggung, tetapi pembangunannya tidak menggunakan satu pun paku.
Ciri Khas : Rumah Banua Tada terdiri dari empat tingkat lantai dengan berbagai ruangan. Lantai pertama memiliki 7 ruangan yang berfungsi sebagai tempat sidang, ruang tidur tamu, kamar anak yang sudah menikah, ruang makan Sultan, dan kamar untuk anak laki-laki dewasa. Lantai dua terdiri dari 14 ruangan yang beragam fungsi, seperti gudang, aula, dan kantor. Lantai tiga hanya memiliki satu ruangan besar yang berfungsi sebagai tempat bersantai dan juga aula. Lantai empat adalah tempat penjemuran.
Tongkonan adalah rumah adat suku Toraja di Sulawesi Selatan. Arsitektur khasnya memiliki struktur bawah, tengah, dan atas yang indah secara estetika. Tongkonan kini tidak lagi dihuni karena setiap keluarga telah membangun rumah tinggal sendiri. Rumah adat ini berukiran dan mengandung makna, menunjukkan status sosial pemiliknya yang tinggi.
Ciri Khas : Tongkonan memiliki bentuk segi empat dengan struktur bawah, tengah, dan atas yang estetis. Konstruksinya terbuat dari bambu dengan tumpang tindih yang kuat, tanpa menggunakan logam seperti paku.
Rumah Gapura Candi Bentar adalah bangunan gapura yang menjadi gerbang rumah-rumah adat Bali. Gapura ini terdiri dari dua candi serupa dan sebangun yang membatasi pintu masuk ke pekarangan rumah. Kedua candi tersebut terpisah sempurna tanpa atap penghubung di bagian atasnya, hanya terhubung di dalam oleh anak tangga sebagai jalan masuk.
Ciri Khas : Rumah Candi Bentar berbentuk gapura atau candi terbelah dua di tengah, menciptakan simetri. Di puri maupun pura, Candi Bentar menempati posisi paling luar dan berfungsi sebagai pintu masuk bagi pengunjung. Rumah Adat Bali biasanya dihiasi dengan ukiran, pahatan, dan warna. Hiasan tersebut mencakup tiga aspek kehidupan: manusia, hewan, dan tumbuhan. Ragam hias juga terdapat pada bagian bangunan dengan motif tumbuhan.
Rumah musalaki di Ende atau Uma Manaran yakni Umanetan Rimean di Belu adalah contoh rumah adat atau rumah tradisional di Nusa Tenggara Timur. Rumah ini menjadi lambang provinsi Nusa Tenggara Timur dan merupakan tempat tinggal khusus bagi kepala suku di beberapa suku di wilayah tersebut. Desain bangunan pemerintahan seperti kelurahan, kecamatan, dan kabupaten di Nusa Tenggara Timur mayoritas mengadopsi konsep rumah musalaki, dan beberapa wilayah sudah dihuni oleh masyarakat umum.
Ciri Khas : Rumah Adat Musalaki memiliki bentuk persegi empat dengan atap tinggi yang menyerupai layar perahu, sebagai simbol kesatuan dengan sang pencipta. Pada bagian atas atap terdapat dua ornamen, yaitu Kolo Musalaki dan Kolo Ria yang memiliki simbol dan memiliki hubungan spiritual.
Rumah adat Dalam Loka adalah desain asli rumah kediaman raja-raja Sumbawa dengan pengaruh budaya Islam yang kuat pada masa itu, sehingga hampir seluruh aspek adat dan kesukuan masyarakat Sumbawa tercermin dalam nilai-nilai syariah Islam.
Ciri Khas : Rumah Adat Dalam Loka berbentuk rumah panggung dengan luas bangunan 904 M2, terlihat sangat megah karena dibangun dengan bahan kayu. Rumah adat ini memiliki satu pintu akses besar yang digunakan untuk masuk dan keluar. Tangga depannya berbeda dari tangga umumnya, berupa lantai kayu yang dimiringkan hingga menyentuh tanah, dengan potongan kayu sebagai penahan pijakan.
Lihat Juga : Macam Alat Musik Tradisional Indonesia
Baileo adalah rumah adat di Maluku yang mewakili kebudayaan daerah dan memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat. Baileo merupakan identitas tiap negeri di Maluku, selain Masjid atau Gereja. Dan berperan sebagai tempat penyimpanan benda suci, upacara adat, serta balai warga.
Ciri Khas : Baileo memiliki ciri utama berupa ukuran besar, bentuk yang unik dibandingkan rumah-rumah sekitarnya, bahan yang kuat, serta ornamen khas Maluku. Baileo tidak memiliki dinding, dan merupakan rumah panggung dengan lantai di atas permukaan tanah.
Sasadu adalah rumah adat suku bangsa Sahu di Halmahera Barat. Di rumah ini, masyarakat adat Sahu sering berkumpul dalam pertemuan-pertemuan, seperti upacara adat dan menyambut tamu. Sasadu sering dibangun di bagian tengah kampung agar mudah diakses oleh penduduk dari seluruh penjuru kampung.
Ciri Khas : Sasadu dibangun dari material alami seperti kayu, bambu, dan batang pohon kelapa. Langit-langitnya terbuat dari susunan daun pohon sagu yang diikat dengan tali bambu dan tali ijuk digunakan untuk mengikat rangkanya.
Rumah Kariwari adalah rumah adat khas Papua, tepatnya digunakan oleh masyarakat Tobati – Enggros di sekitar Teluk Youtefa dan Danau Sentani, Jayapura. Berbeda dengan rumah adat Papua lainnya, rumah Kariwari berbentuk limas segi delapan dan terbuat dari bambu, kayu besi, dan daun sagu hutan. Rumah ini memiliki dua lantai dan tiga kamar dengan fungsi berbeda.
Ciri Khas : Arsitektur rumah Kariwari unik dengan bentuk limas segi delapan yang kuat bertahan dalam cuaca berangin. Biasanya dibangun secara linier dengan formasi dua baris rumah berderet dan saling berhadapan.
Rumah Adat Mod Aki Aksa atau rumah kaki seribu adalah rumah adat suku Arfak di Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Rumah ini memiliki banyak tiang penyangga di bawahnya, mirip kaki seribu, dengan atap dari daun jerami atau daun sagu. Tiang kayu yang tinggi dan pendek berfungsi sebagai perlindungan dari musuh dan ancaman ilmu hitam.
Ciri Khas : Rumah Adat Kaki Seribu umumnya memiliki ukuran 8 x 6 meter dengan tinggi panggung sekitar 1 – 1,5 meter dari dasar tanah. Tinggi puncak atap berkisar antara 4,5 – 5 meter. Tiang terbuat dari kayu berdiameter 10 cm dan fondasi berjarak sekitar 30 cm. Lantai dan dinding terbuat dari kulit kayu yang dilebarkan dan diikat rapat, dibalut dengan batang kayu yang lebih kecil. Atapnya terbuat dari daun jerami/ilalang atau sagu yang diikat pada penyangga kayu. Semua sambungan kayu diikat dengan tali serat rotan dan serat kulit kayu, memberikan kesan yang kuat dan alami.
Rumah Honai adalah rumah tradisional suku Dani di Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Rumah ini dirancang sederhana agar hangat dan mudah dipindah-pindah. Ada tiga jenis rumah honai: khusus laki-laki, khusus perempuan, dan khusus binatang
Ciri Khas : Bentuknya bulat sederhana tanpa jendela, dengan tinggi sekitar 2,5 meter terbagi menjadi lantai bawah dan lantai atas. Lantai bawah untuk tidur, lantai atas untuk aktivitas sehari-hari. Terdapat hipere di lantai bawah untuk memasak dan menghangatkan tubuh.
Rumah Jew atau Rumah Bujang adalah rumah adat dari Suku Asmat, berasal dari Agats, Papua. Rumah ini merupakan rumah panggung berbentuk persegi panjang dengan dinding dan atap terbuat dari anyaman daun pohon sagu atau nipah. Uniknya, rumah ini tidak menggunakan paku, melainkan akar rotan sebagai penghubung. Rumah Jew digunakan khusus untuk berkumpulnya laki-laki bujang, dan wanita serta anak-anak di bawah 10 tahun tidak diizinkan masuk.
Ciri Khas : Rumah panggung bujang ini dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami yang diperoleh dari alam sekitar kampung, sesuai dengan kepercayaan adat Asmat. Kayu yang digunakan adalah kayu besi yang kuat dan tahan terhadap air, cocok untuk lokasi suku Asmat yang berada di sekitar pesisir laut dan rawa-rawa. Rumah Jew selalu didirikan menghadap sungai, terutama di daerah kelokan sungai, dengan tiang penyangga rumah diukir dengan motif Asmat.
Suku Kamoro memiliki rumah tradisional bernama Karapao yang berfungsi sebagai tempat pendidikan pendewasaan bagi anak atau remaja laki-laki dan perempuan. Rumah ini dapat ditemukan di sekitar Kampung Atuka, Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika. Rumah tradisional Karapao biasanya didirikan di tengah kampung Dan dibangun setiap 3 sampai 4 tahun sekali untuk mengadakan inisiasi atau sekolah pendewasaan, di mana anak perempuan dan laki-laki belajar bagaimana berperilaku sesuai dengan gender mereka.
Ciri Khas : Karapao dibangun dengan bentuk rumah panggung persegi panjang menggunakan kayu besi dan mangrove atau pohon buah sebagai tiangnya. Atapnya ditutupi dengan daun pohon nipah atau sagu untuk melindungi dari hujan dan panas matahari, sementara dinding dan lantainya terbuat dari anyaman pandan hutan. Rumah ini menghadap ke barat karena Suku Kamoro meyakini bahwa nenek moyang mereka akan pergi dan menetap di arah matahari terbenam.
Rumah Kambik adalah rumah adat Suku Moi yang berfungsi sebagai sekolah adat untuk anak-anak suku Moi, Papua Barat Daya. Di dalam Rumah Kambik, anak – anak diberikan pendidikan tentang alam dan berbagai keterampilan khusus seperti kesehatan pengobatan tradisional, pertanian, sosial, adat-istiadat, berburu, berperang, dan lainnya. Tujuan utama Kambik adalah menciptakan pemimpin dan memberikan kedudukan istimewa dalam suku Moi.
Ciri Khas : Rumah Kambik dibangun menggunakan bahan – bahan dari alam seperti kayu sebagai salah satu unsur bangunan dindingnya. Rumah ini dibangun secara sederhana dengan bentuk menyesuaikan wilayah di mana Suku Moi berada. Dan sering digunakan sebagai tempat pendidikan bagi anak – anak di sana.
Lihat Juga : Tempat Ibadah Umat Beragama di Indonesia
Indonesia memang kaya akan kebudayaan dan adat nya, bahkan saking banyaknya masih ada sebagian rumah adat dengan arsitektur unik lainnya, yang tidak akan cukup apabila disebutkan semuanya pada artikel di atas.
Rumah adat yang sering kali menjadi ciri khas di Sumatera adalah “Rumah Gadang.” Rumah Gadang adalah rumah adat tradisional yang berasal dari daerah Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia. Rumah ini memiliki bentuk atap yang khas, yaitu berbentuk seperti tanduk kerbau yang melengkung ke atas, serta dinding yang tinggi dengan ukiran-ukiran indah.
Rumah adat tradisional yang berasal dari wilayah DKI Jakarta adalah “Rumah Kabaya.” Rumah Kabaya adalah bentuk rumah adat yang berasal dari masyarakat Betawi, yang merupakan penduduk asli Jakarta, Indonesia. Meskipun di tengah perkembangan perkotaan, rumah Betawi kini semakin jarang ditemui, namun beberapa upaya pelestarian dan rekonstruksi dilakukan untuk mempertahankan warisan budaya ini.
Rumah adat orang Sunda memiliki beberapa nama berbeda tergantung pada daerahnya, namun salah satu yang paling dikenal adalah “Rumah Panggung.” Rumah panggung adalah rumah tradisional suku Sunda yang dibangun di atas tiang-tiang kayu. Rumah ini memiliki ciri khas atap berbentuk pelana dan dinding yang terbuat dari anyaman bambu atau kayu.
Rumah adat yang sering kali menjadi ciri khas di Jawa adalah “Joglo” atau “Rumah Joglo”. Joglo merupakan salah satu bentuk arsitektur tradisional Jawa yang berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rumah Joglo memiliki ciri khas atapnya yang tinggi dan melengkung, terbuat dari kayu yang diukir indah, serta didukung oleh beberapa tiang penyangga yang kuat.
Penulis : Agung Wijaya | Editor : Rudi Dian Arifin, Wahyu Setia Bintara
Discussion | 0 Comments
*Komentar Anda akan muncul setelah disetujui